SEJARAH AKUNTANSI PEMERINTAHAN INDONESIA (BAGIAN 1)

Krisis ekonomi yang menghantam Indonesia pada tahun 1997 bagaikan bencana Tsunami yang meluluh-lantakkan sebagian sendi-sendi perekonomian di Indonesia dengan riakriaknya yang masih terasa hingga sekarang. Krisis ekonomi tersebut seakanme mbangunkan bangsa Indonesia yang selama tiga puluh tahun telah dininabobokkan dengan kestabilan yang semu serta pertumbuhan ekonomi yang ternyata sangat rapuh menghadapi terjangan fluktuasi perubahan mata uang rupiah terhadap mata uang asing.


Sebagai dampaknya,  pada bulan Mei 1998, pemerintahan Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun akhirnya tumbang oleh kehendak rakyat yang sudah lama menginginkanadanya perubahan. Reformasi, itulah kosa kata yang menjadi mantra perubahan yang mencairkan kemapanan yang selama ini sudah mengkristal di seluruh sendi-sendi kehidupan bermasyarakat di Indonesia termasuk di lingkungan birokrasi pemerintah.
 
Berbarengan dengan teriakan REFORMASI, maka perlahan-lahan tetapi pasti perubahan yang diteriakkan oleh rakyat menjadi kenyataan. Beberapa perubahan yang terlihat nyata adalah kehidupan berpolitik. Kalau selama 32 tahun DPR dan MPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang sering dijuluki sebagai rubber stamp dari pihak eksekutif, maka saat ekarang, para wakil rakyat lebih berani untuk menyuarakan pendapatnya.
 
Namun, perubahan sikap wakil rakyat tersebut masih belum sepenuhnya optimal karena terkadang muncul perilaku yang kurang terpuji dari sebagian wakil rakyat tersebut sehingga terkadang muncul pertanyaan di hati rakyat apakah para wakil rakyat tersebut benar-benar mewakili kepentingan rakyat pada saat menjalankan perannya sebagai wakil rakyat atau mewakili kepentingan pihak lain.

Perubahan lain yang cukup penting adalah perubahan dalam hukum ketatanegaraan di Indonesia. Kalau dulu UUD 1945 seakan-akan merupakan benda sakral yang tidak boleh disentuh oleh perubahan, maka saat sekarang ini UUD 1945 dalam kurun waktu delapan tahun sampai saat ini telah mengalami perubahan sebanyak empat kali. Di samping itu, MPR yang tadinya merupakan lembaga tertinggi negara, kedudukannya saat ini menjadi sejajar dengan DPR, MA, dan BPK yaitu sebagai lembaga negara dan ditambah dengan tiga lembaga baru yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial, sedangkan DPA dihapus. Sejalan dengan itu, perubahan signifikan lain adalah para wakil rakyat, baik DPR maupun DPD dipilih secara langsung oleh rakyat, walaupun untuk saat ini anggota DPR belum murni dipilih secara langsung oleh rakyat. Di samping itu, Presiden dan Wakil Presiden yang tadinya dipilih oleh anggota MPR maka untuk kali ini rakyatlah yang mempunyai kata akhir untuk menentukan siapa yang akan memegang kekuasaan tertinggi di bidang eksekutif.
 
Perubahan yang cukup signifikan sebagai dampak dari reformasi adalah pemberian otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah dalam menjalankan kewenangan yang tadinya dipegang oleh pemerintah pusat. Otonomi daerah ini juga diikuti dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah sehingga daerah memperoleh porsi yang lebih besar atas bagi hasil. Selanjutnya, perimbangan juga dilakukan melalui dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Eforia otonomi daerah ini bukannya tidak menimbulkan persoalan baru. Salah satu dampak dari otonomi daerah ini adalah kuatnya tekanan pada sebagian daerah untuk melakukan pemekaran wilayah, sehingga kita mengenal provinsi maupun kabupaten baru yang tumbuh bak jamur di musim hujan. 

Dampak lain adalah bahwa otonomi daerah ini ternyata memberikan moral hazard bagi sebagian orang sehingga tak ayal beberapa pejabat tinggi daerah seperti gubernur, bupati, walikota, dan anggota DPRD terpaksa harus berhubungan dengan pihak Kejaksaan, bahkan beberapa diantaranya sudah meringkuk di sel tahanan.
 
Perubahan penting yang terjadi setelah reformasi pemerintahan di tahun 1998 adalah keinginan yang kuat yang diteriakkan oleh rakyat untuk pemerintahan yang bersih dari praktik-praktik KKN. Pada era pemerintahan Orde Baru memang sudah ada upayaupaya untuk memberantas praktik-praktik korupsi, namun nampaknya upaya tersebut dinilai tidak dilakukan sungguh-sungguh karena lain yang diucapkan oleh penguasa lain pula perilaku yang ditunjukkannya. Jadi, ketidakkonsistenan dalam perilaku ditambah dengan begitu besarnya kekayaan negara yang hilang melalui pemborosan berupa mark up dan keserakahan yang dilakukan oleh segelintir orang membuat negara Indonesia yang begitu kaya akan sumber daya alam tidak bisa keluar dari predikat negara miskinnya.

Dengan reformasi yang terjadi, ternyata penyakit KKN tidak bisa begitu saja hilang dari muka bumi Indonesia. Bahkan di awal reformasi, pemerintahan saat itu mengeluarkan kebijakan penyelamatan perbankan berupa Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mengakibatkan rakyat Indonesia harus menanggung beban hutang triliunan rupiah.

Perubahan penting yang secara koinsidental terjadi adalah reformasi di bidang keuangan negara. Setelah selama bertahun-tahun Indonesia menggunakan UU di bidang perbendaharaan negara yang terbentuk semenjak jaman kolonial maka pada abad 21 ini telah ditetapkan tiga paket perundang-undangan di bidang keuangan negara yang menjadi landasan hukum bagi reformasi di bidang keuangan negara, yaitu Undang Undang No. 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara, Undang Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Negara. Di samping ke tiga Undang Undang tersebut, terdapat juga Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 25 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang direvisi menjadi UU No. 33 tahun 2004.

Seiring dengan reformasi di bidang keuangan negara, maka perlu dilakukan perubahanperubahan di berbagai bidang untuk mendukung agar reformasi di bidang keuangan negara dapat berjalan dengan baik. Salah satu perubahan yang signifikan adalah perubahan di bidang akuntansi pemerintahan. Perubahan di bidang akuntansi pemerintahan ini sangat penting karena melalui proses akuntansi dihasilkan informasi keuangan yang tersedia bagi berbagai pihak untuk digunakan sesuai dengan tujuan masing-masing. Karena begitu eratnya keterkaitan antara keuangan pemerintahan dan akuntansi pemerintahan maka sistem dan proses yang lama dalam akuntansi pemerintahan banyak menimbulkan berbagai kendala sehingga tidak mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan.